مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barang siapa yang melihat sesuatu ia benci dari pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar atasnya, karena barang siapa yang meninggalkan jama’ah dengan sejengkal, lalu ia mati, kecuali ia akan mati seperti matinya orang jahiliyyah”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (13/5), Muslim dalam Shohih-nya (3/1477), Ahmad dalam Al-Musnad (1/275), dan lainnya]
Hadits ini menjelaskan bahwa seorang tidak boleh durhaka kepada pemerintah, walaupun dalam perkara yang dianggap "sepele", karena yang sepele kadang jadi besar, parah, dan rawan. Berangkat dari hadits ini, para ulama kita mengharamkan demonstrasi, karena demo merupakan salah satu bentuk kedurhakaan, dan pembangkangan kepada pemerintah yang dilarang keras oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- . Karena banyaknya yang menyangka demo adalah perkara boleh, maka kami turunkan berikut ini fatwa-fatwa para ulama’ kaum muslimin dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menjelaskan haramnya demonstrasi:
Fatwa Samahatusy Syaikh Al-Imam Abdul Aziz Ibn Baz-rahimahullah Ta’ala-
Beliau –rahimahullah– berkata, “Cara yang bagus merupakan sarana terbesar diterimanya kebenaran. Sedang cara yang keliru dan kasar merupakan sarana yang paling berbahaya ditolaknya dan tidak diterimanya kebenaran, atau bisa mengobarkan kekacauan, kezhaliman, permusuhan, dan saling menyerang. Dikategorikan dalam permasalahan ini apa yang dikerjakan oleh sebagian orang berupa demonstrasi yang menyebabkan keburukan yang banyak bagi para da’i. Maka berkonvoi di jalan-jalan dan berteriak bukanlah merupakan jalan untuk memperbaiki dan dakwah. Jadi, cara yang benar adalah dengan menziarahi (pemerintah), menyuratinya dengan cara yang bagus. Nasihatilah para pemimpin, pemerintah, dan kepala suku dengan metode seperti ini. Bukan dengan cara kekerasan dan demonstrasi. Nabi –Shollallahu alaihi wasallam- ketika tinggal di Makkah selama 13 tahun, beliau tidaklah pernah menggunakan demonstrasi dan berkonvoi, serta tidak mengancam orang lain untuk menghancurkan harta-bendanya, dan membunuh mereka. Tak ragu lagi, cara ini akan membahayakan dakwah dan para da’i, akan menghalangi tersebarnya dakwah, membuat para pemimpin teras memusuhinya dan melawannya dengan segala yang mungkin bisa dilakukannya. Mereka (para pelaku demo) menginginkan kebaikan dengan cara seperti tersebut, akan tetapi malah terjadi yang sebaliknya. Maka hendaknya seorang da’I ilallah menempuh jalannya para rasul dan pengikutnya, sekalipun memakan waktu yang panjang. Itu lebih utama dibandingkan perbuatan yang membahayakan dan mempersempit (ruang gerak) dakwah, atau dihabisi. Walaa haula walaa quwwata illa billah”.[Lihat Majallah Al-Buhuts Al-Islamiyyah, edisi ke-38, (hal.310)]
Beliau -rahimahullah- pernah ditanya, “Apakah demonstrasi yang dilakukan oleh kaum pria dan wanita melawan pemerintah bisa dianggap termasuk sarana dakwah? Apakah orang yang meninggal di dalamnya dianggap mati syahid?”
Maka beliau –rahimahullah- memberikan jawaban: “Saya tidak memandang demonstrasi yang dilakukan para kaum hawa dan juga oleh kaum Adam sebagai suatu solusi . Akan tetapi itu merupakan sebab timbulnya fitnah (baca: musibah), keburukan, sebab dizholiminya sebagian orang, dan melampaui batas atas sebagian orang tanpa haq. Akan tetapi, cara-cara yang syar’i (menasihati pemerintah) adalah dengan cara menyurat, menasihatinya, dan mendakwahinya menuju kepada suatu kebaikan dengan cara damai. Demikianlah yang ditempuh paara ulama’. Demikianlah para sahabat Nabi-Shollallahu alaihi wasallam- dan para pengikut mereka dalam kebaikan.Cara mereka menasihati dengan menyurat dan berbicara langsung dengan orang yang bersalah, pemerintah, dan penguasa. Dengan cara menghubunginya, menasihatinya, dan menyuratinya, tanpa membeberkan aibnya di atas mimbar-mimbar dan tempat-tempat lainnya (dengan berteriak): “Pemerintah Fulan melakukan begini dan begini, lalu hasilnya begini dan begini !! ”, Wallahul Musta’an”. [ Simak Kaset : Muqtathofaat min Aqwaal Al-Ulama’ ]
Demonstrasi bukanlah uslub (cara) berdakwah yang benar. Bukan seperti yang dikatakan oleh seorang da’i hizbi, Safar Al-Hawaly. Dia berkata dalam kasetnya yang berjudul “Syarah Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah” (no.185), ”Sesungguhnya demonstrasi yang dilakukan oleh kaum wanita merupakan salah satu di antara uslub (cara) berdakwah dan memberikan pengaruh”.
Senada dengan ini, A’idh Al-Qorny berkata, “Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh telah keluar di Al-Jaza’ir dalam satu hari 700.000 wanita muslimah yang berhijab menuntut ditegakkannya syari’at Allah”.
Adapun Salman bin Fahd Al-Audah, maka tak jauh beda dengan kedua temannya tadi. Dia berkata dalam kaset “Lin Nisaa’ Faqoth”, ”Sungguh kita telah mendengar di beberapa negara lain suatu berita yang menggembirakan adanya kembali (kesadaran) yang jujur-khususnya di kalangan pemudi- kepada Allah. Setiap orang dengar adanya demonstrasi lantang di al-Jaza’ir. Sedangkan pemimpinnya adalah sekelompok wanita. Jumlah mereka lebih dari ratusan ribu orang”.
Syaikh Abdul Malik Al-Jaza’iry - Hafizhahullah - berkata dalam mengkritik kekeliruan tiga orang di atas, “Demi Allah, Sesungguhnya urusan mereka ini benar-benar aneh! Tidaklah pernah dibayangkan kalau Jazirah Arab –setelah adanya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab- akan melahirkan orang-orang semacam mereka!? Apakah setelah kehidupan yang dihiasi dengan menjaga kehormatan yang dijaga oleh kaum muslimin Jazirah, akan datang Safar, Salman, dan Al-Qorny ke hadapan para wanita untuk mengeluarkan mereka dari rumah kemuliaan mereka dengan memperbanyak jumlah dan kekuatan dengan para wanita!? Safar menjelaskan pengaruh yang dalam ketika keluarnya para wanita tsb untuk berdemo, sedang Al-Qorny menguatkannya dengan sumpah!! Sedang Salman membangkitkan semangat mereka agar tetap bersabar menghadapi tank-tank. Duh, Alangkah anehnya agamanya!”. [Lihat Madarik An-Nazhor (hal.419-420), cet. Dar Sabiil Al-Mu’minin.]
Apa yang dinyatakan oleh tiga orang ini jelas salah, karena menasihati pemerintah adalah dengan secara rahasia dan tersembunyi seperti menziarahinya, menyuratinya, menelponnya, atau menghubunginya lewat temannya,dan semacamnya, sebab inilah merupakan prinsip dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Nabi-Shollallahu alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ َأَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلا َيُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوْ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فََذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى اَلَّذِيْ عَلَيْهِ لَهُمَنْ َأَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلا َيُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوْ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فََذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى اَلَّذِيْ عَلَيْهِ لَهُ
“Barang siapa yang ingin menasihati seorang penguasa, maka janganlah ia menampakkannya secara terang-terangan, akan tetapi hendaknya ia mengambil tangannya, dan berduan dengannya. Jika ia terima, maka itulah (yang diharap). Jika tidak, maka ia telah melaksanakan keawjiban atas dirinya ”.[HR.Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (1096). Syaikh Al-Albany -rahimahullah- berkata dalam Zhilal Al-Jannah (hal.514), “Sanadnya shohih”] .
Fauzy bin Abdillah Al-Atsary -hafizhahullah- berkata, ”Hadits ini menunjukkan bahwa nasihat kepada pemerintah dengan cara rahasia, bukan dengan cara terang-terangan, dan bukan pula membeberkan aibnya di atas mimbar-mimbar, pesta-pesta, masjid-masjid, koran-koran, majalah dan lainnya sebagai suatu nasihat”. [Lihat: Al-Ward Al-Maqthuf (hal.66)]
- Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin –rahimahullah-
Beliau –rahimahullah Ta’ala - ditanya: “Apakah Demonstrasi bisa dianggap sarana dakwah yang disyari’atkan?” Beliau menjawab, “Alhamdu lillahi Rabbil alamin wa shollallahu ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam wa man tabi’ahum bi ihsan ilaa yaumiddin. Amma ba’du: Sesungguhnya demonstrasi merupakan perkara baru, tidaklah dikenal di zaman Nabi –shollallahu alaihi wasallam-, dan para sahabatnya –radhiyallahu anhum-. Kemudian di dalamnya terdapat kekacauan dan huru-hara yang menjadikannya perkara terlarang, dimana didalamnya terjadi pemecahan kaca-kaca, pintu-pintu, dan lainnya. Juga terjadi padanya ikhtilath (campur-baur) antara pria dan wanita, orang tua dan anak muda, dan sejenisnya diantara kerusakan dan kemungkaran. Adapun masalah tekanan atas pemerintah. Jika pemerintahnya muslim, maka cukuplah bagi mereka sebagai penasihat adalah Kitabullah Ta’ala, dan Sunnah Rasul –Shollallahu alaihi wasallam-. Ini adalah sesuatu terbaik disodorkan kepada seorang muslim. Jika pemerintahnya kafir, maka jelas mereka tak akan memperhatikan para peserta demonstrasi. Pemerintah tersebut akan “bermanis muka” di depan mereka, sementara itu hanyalah merupakan kejelekan yang tersembunyi di batin mereka. Karenanya, kami memandang bahwademonstrasi merupakan perkara mungkar !!Adapun alasan mereka: “Demo inikan aman-aman saja”. Memang terkadang aman-aman saja di awalnya atau pertama kalinya, lalu kemudian berubah menjadikan perusakan. Aku nasihatkan kepada para pemuda agar mereka mau mengikuti jalannya Salaf. Karena Allah –Subhanahu wa Ta’ala- telah memuji para sahabat Muhajirin dan Anshor, serta juga orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan”. [Lihat Al-Jawab Al-Abhar(hal.75) karya Fu’ad Siroj]
Inilah beberapa fatwa ulama’ besar di zaman ini. Semuanya sepakat mengharamkan demonstrasi, karena menimbulkan kerusakan dalam segala lini kehidupan, secara langsung atau tidak. Fakta yang ada di lapangan telah membuktikan bahwa demo menyebabkan banyak kerusakan. Intinya, demo adalah haram dalam Islam, baik demonya dalam bentuk damai tak menimbulkan kerusuhan saat demo, apalagi yang disertai kekasaran, dan sesuatu yang memancing emosi, serta merendahkan wibawa pemerintah.
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 26 Tahun I.
Berkata (Rasulullah) shollallahu ‘alaihi wa wa ala alihi wa sallam :
[Muqaddimah Ibnu Khaldun jilid 1 hal 199 dengan perantara Al-Mukhtashor fii Hukmil Muzhoharat karya Abdullah As-Salafy]
Fatwa Asy-Syeikh Al-Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah
Berkata Syeikh Ibnu Baz rahimahullah sebagaimana dalam majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah edisi ke 38 halaman 210 : “Maka uslub (cara,metode) yang baik adalah termasuk wasilah (pengantar/sarana) yang teragung untuk diterimanya suatu kebenaran dan uslub yang jelek lagi kasar temasuk wasilah yang sangat berbahaya kepada tertolak dan tidak diterimanya kebenaran atau menimbulkan kekacauan, kezholiman, permusuhan dan perkelahian. Dan masuk di dalam bab ini apa yang dilakukan oleh sebagian orang berupa muzoharot (demonstrasi) yang menyebabkan kejelekan yang sangat besar terhadap para da’i. Maka pawai-pawai di jalan-jalan dan berteriak-teriak itu bukanlah jalan untuk memperbaiki dan (bukan pula jalan) dakwah, maka jalan yang benar adalah dengan berkunjung dan menyurat dengan cara yang paling baik kemudian engkau menasihati pemerintah, gubernur dan pimpinan qobilah dengan jalan ini bukan dengan kekerasan dan demonstrasi. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam menetap 13 tahun di Mekkah, beliau tidak menggunakan demonstrasi dan tidak pula berpawai dan tidak mengancam orang-orang (dengan ancaman) akan dihancurkannya harta mereka dan dilakukan ightiyal (kudeta militer) terhadap mereka. Dan tidak diragukan bahwa uslub seperti ini berbahaya bagi dakwah dan para da’i serta menghambat tersebarnya dakwah juga menyebabkan para penguasa dan para pembesar memusuhinya dan menentangnya dengan segala kemampuan. Mereka menginginkan kebaikan dengan uslub ini (uslub yang jelek yang disebutkan di atas) akan tetapi yang terjadi adalah kebalikannya, maka adanya seorang da’i kepada Allah yang menempuh jalan para Rasul dan para pengikutnya walaupun waktu menjadi panjang itu lebih baik daripada suatu amalan yang membahayakan dakwah dan membuatnya sempit atau menyebabkan dakwah itu habis sama sekali dan La Haula Wala Quwwata Illa Billah.” (Lihat tulisan berjudul Al-Mukhtashor fii Hukmil Muzhoharat karya Abdullah As-Salafy).
Dan Syeikh Ibnu Baz rahimahullah juga ditanya sebagaimana dalam kaset yang berjudulMuqtathofat min Aqwalil ‘Ulama :
Pertanyaan : “Apakah demonstrasi yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan terhadap pemerintah dan penguasa dianggap sebagai suatu wasilah dari wasilah-wasilah dakwah, dan apakah orang yang mati dalam demonstrasi itu dianggap mati syahid di jalan Allah ?”.
Maka beliau menjawab : “Saya tidak menganggap demonstrasinya perempuan dan laki-laki merupakan terapi/pengobatan, bahkan demonstrasi itu termasuk penyebab fitnah, termasuk penyebab kejelekan dan termasuk penyebab kezholiman dan pelampauan batas sebagian manusia atas sebagian yang lain tanpa hak. Akan tetapi sebab-sebab yang disyari’atkan adalah dengan menyurat, menasehati dan menyeru kepada kebaikan dengan cara damai (tentram). Demikianlah jalannya para ulama dan demikian pula yang ditempuh oleh para shahabat Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut mereka dengan baik yaitu dengan menyurat dan berbicara langsung dengan orang-orang yang bersalah, pemerintah dan dengan penguasa dengan menghubungi, menasehati dan mengirim surat untuknya tanpa tasyhir (membeberkan keburukannya) di atas mimbar dan lain-lainnya bahwa dia telah mengerjakan begini dan sekarang telah menjadi begini, Wallahul Musta’an. (Lihat tulisan berjudul Al-Mukhtashor fii Hukmil Muzhoharat karya Abdullah As-Salafy)
Fatwa Fadhilatusy Syeikh Al-’Allamah Faqihuz Zaman Muhammad bin Sholeh Al-’Utsaimin rahimahullah
Dalam kitab yang berjudul Al-Jawab Al-Abhar hal. 79 karya Fu`ad Siraj, Syeikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya :
“Apakah muzhoharoh (demonstrasi) dapat dianggap sebagai wasilah dari wasilah dakwah yang disyari’atkan ?”.
Beliau menjawab : “Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin Washollallahu ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala Alihi Washahbihi Wasallama Waman Tabi’ahum bi Ihsanin ila Yaumiddin, amma ba’du : Sesungguhnya muzhoharoh adalah perkara baru dan tidak pernah dikenal di zaman Nabi shollallahi ‘alaihi wa sallam dan tidak pula di zaman Al-Khulafa` Ar-Rosyidin dan tidak pula di zaman shahabat radhiyallahu ‘anhum.
Kemudian didalamnya terdapat kekacauan dan keributan yang menyebabkannya menjadi perkara yang terlarang tatkala terdapat didalamnya penghancuran kaca, pintu dan lain-lainnya. Dan juga terdapat pula didalamnya percampurbauran antara laki-laki dan perempuan, pemuda dan orang tua serta kerusakan dan kemungkaran yang semisal dengannya.
Adapun permasalahan menekan pemerintah, maka kalau pemerintah ini adalah pemerintah muslim maka cukuplah yang menjadi nasehat untuknya Kitab Allah Ta’ala dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan ini adalah hal terbaik yang diperuntukkan untuk seorang muslim. Adapun kalau pemerintahannya pemerintahan kafir, maka dia tidaklah mempedulikan orang-orang yang berdemonstrasi itu dan dia akan bermanis muka secara zhohir dan dia tetap berada di atas kejelekan yang disembunyikannya di dalam batinnya, karena itulah kami melihat bahwa demonstrasi itu adalah perkara mungkar. Adapun perkataan mereka bahwa demonstrasi ini adalah dilakukan dengan cara damai (tanpa menimbulkan keributan dan huru hara), maka kadang ia damai dipermulaannya atau di awal kali kemudian berubah menjadi pengerusakan dan saya menasihatkan para pemuda untuk mengikuti jalan para salaf (orang-orang yang telah lalu) karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji atas kaum Muhajirin dan Anshor dan memuji orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik”. (Lihat tulisan berjudul Al-Mukhtashor fii Hukmil Muzhoharat karya Abdullah As-Salafy)
Fatwa Syeikh Al-’Allamah AL-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albany rahimahullah
Dalam kaset yang berjudul Fatawa Jeddah no. 5, Syeikh Al-Albany ditanya tentang hukum demonstrasi yang banyak dilakukan oleh pemuda-pemudi. Maka beliau menjawab dengan jawaban yang panjang yang pada akhirnya beliau simpulkan dengan perkataan berikut ini : “Karena itu saya nyatakan dengan ringkas tentang demonstrasi-demonstrasi yang terjadi pada sebagian negara Islam (bahwa) perkara ini pada dasarnya adalah telah keluar dari jalannya kaum muslimin dan telah menyerupai orang-orang kafir dan (Allah) Robbul ‘Alamin telah berfirman :
Fatwa Syeikh Al-’Allamah AL-Muhaddits Muqbil bin Hady Al-Wadi’iy rahimahullah
Beliau berkata dalam kitab beliau yang berjudul Al-Ilhad Al-Khumeiny fii Ardhil Haramain hal. 56 : “Perlu diketahui bahwa demonstrasi dalam bentuk ini bukanlah Islamy. Kami sama sekali tidak mengetahui ada (riwayat) dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bahwa beliau keluar secara berjama’ah menyerukan suatu syi’ar (simbol,slogan). Tidaklah hal tersebut kecuali hanya sebagai taqlid (ikut-ikutan) kepada musuh-musuh Islam dan menyerupai mereka, padahal Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
Fatwa Syeikh Al-’Allamah Sholeh bin Ghushun rahimahullah
Syeikh Sholeh bin Ghushun merupakan salah seorang anggota Ha’iah Kibarul ‘Ulama Saudi Arabia. Beliau ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut :
Maka beliau menjawab : “Alhamdulillah sudah dimaklumi bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar, dakwah dan memberikan wejangan merupakan pokok dari agama Allah ‘Azza wa Jalla, akan tetapi Allah Jalla wa ‘Ala berfirman dalam muhkam kitab-Nya Al-’Aziz :
Dan tatkala (Allah) ‘Azza wa Jalla mengutus Musa dan Harun kepada Fir’aun, Allah berfirman :
Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam datang dengan hikmah dan beliau memerintahkan untuk menempuh dakwah yang hikmah dan berhias dengan kesabaran, hal ini terdapat dalam Al-Qur`an Al-’Aziz dalam surah Al-’Ashr :
Fatwa Syeikh Al-’Allamah Ahmad Bin Yahya An-Najmy hafizhohullah
Beliau berkata di dalam kitab beliau Maurid Al-’Adzbi Az-Zilal halaman 228 dalam menjelaskan kritikan terhadap Ikhwanul Muslimin, beliau berkata :
Kritikan yang ke-23 : Tandzhim, pawai dan demonstrasi dan Islam tidak mengenal perbuatan ini dan tidak menetapkannya bahkan itu adalah perbuatan yang muhdats/baru (bid’ah) dari amalan orang-orang kafir dan telah diimpor dari mereka kepada kita. Apakah setiap kali orang kafir beramal dengan suatu amalan kita menyeimbanginya dan mengikuti mereka?, sesungguhnya Islam tidaklah mendapatkan pertolongan dengan pawai dan demonstrasi akan tetapi Islam akan mendapatkan pertolongan dengan jihad yang dibangun di atas ‘aqidah yang shohihah dan jalan yang disunnahkan oleh Muhammad bin ‘Abdillah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Dan para Rasul dan pengikutnya telah diuji dengan berbagai macam cobaan dan tidaklah mereka diperintah kecuali dengan kesabaran. Ini Nabi Musa ‘alaihissalam beliau berkata kepada Bani Israil bersamaan dengan apa yang mereka dapatkan dari Fir’aun dan kaumnya berupa pembunuhan laki-laki dari anak-anak laki-laki yang baru dilahirkan dan membiarkan hidup kaum perempuannya, Nabi Musa berkata kepada mereka sebagaimana yang dikhabarkan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla, Musa berkata kepada kaumnya :
Dan ini Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata kepada sebagian para shahabatnya tatkala mereka mengadukan kepada beliau apa yang mereka dapatkan dari gangguan kaum musyrikin (beliau berkata) :
Maka beliau tidak memerintahkan shahabatnya melakukan demonstrasi dan tidak pula ightiyal.
Fatwa Syeikh Sholeh Bin ‘Abdurrahman Al-Athram ‘afahullah
Syeikh Sholeh Al-Athram adalah salah seorang anggota Hai’ah Kibarul ‘Ulama Saudi Arabia, beliau ditanya tentang hukum demonstrasi dan apakah itu merupakan wasilah dakwah.
Fatwa Syeikh Sholeh Bin Fauzan Al-Fauzan hafizhohullahu
Description : Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah menetapkan bahwa seseorang tidak boleh memberontak kepada pemerintah, membangkang, durhaka, menye...
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
ReplyDeleteAllah Subhana wa ta’ala berfirman:
ReplyDeleteيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?[QS:4.144]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang -orang yang lalim.[QS:5.51]
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.[QS:8.73]
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا . الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا
“ Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa’: 138 – 139)